Pemaparan Undang-Undang No. 6 tahun 2014 Tentang Desa yang disampaikan Mantan Ketua Panja UU Desa DPR RI, Budiman Sujatmiko dan Mantan Tim Ahli Perumus UU Desa dan Perumus Rancangan PP Tentang Desa, R. Yando Zakaria, diikuti sekitar 500 orang terdiri dari pejabat di lingkungan Pemkab Gianyar, Camat, Majelis Desa Pakraman, BPD, LPM, Perbekel, Bendesa dan tokoh masyarakat lainnya se Kabupaten Gianyar, di Wantilan Pura Samuan Tiga, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, (6/3).
Bupati Gianyar diwakili Asisten I Administrasi Pemerintahan dan Kesra, Cok Rai Widiarsa Pemayun mengatakan sangat mengapresiasi dialog yang difasilitasi Program Siaga Desa Swatantra ini. Dialog tentang UU Desa dengan masyarakat ini, merupakan komitmen Pemkab Gianyar mewujudkan desa membangun. Dialog UU Desa dengan masyarakat di Pura Samuan Tiga ini merupakan yang pertama kali di Indonesia. Dipilihnya Bali dan khususnya Gianyar karena Kabupaten Gianyar dianggap paling siap dalam menyambut keberadaan UU desa tersebut.
UU No 6 tahun 2014 Tentang Desa merupakan satu-satunya UU yang mengakui keberadaan desa dinas dan desa adat secara nasional. Sedangkan di Bali desa adat lebih dikenal dengan desa pakraman yang hingga kini baru diakui berdasarkan Perda. Desa Pakraman kedepan diharapkan bisa mendapatkan hak yang sama dimata hukum, sesuai dengan mandat UU tersebut. Dalam UU tentang Desa, masyarakat diberikan ruang dalam mengelola segala kebijakan dan aset yang dimiliki. Karena selama ini keberadaan desa adat di luar Bali sudah mulai terkikis karena tidak diakui dalam perundang-undangan. Namun berbeda dengan di Bali dan Sumatera Barat, keberadaan desa adat masih diatur kedalam sebuah Perda. sedangkan keberadaan desa adat secara umum di Indonesia sudah semakin menghilang. “Saya harap masyarakat tidak memandang UU Desa ini sebagai pengakuan dualisme desa dinas dan desa pakraman, sebaliknya menjadikannya dualitas yang saling keterkaitan,” tegas Cok Rai Widarsa.
Mantan Tim Ahli Perumus UU Desa dan Perumus Rancangan PP Tentang Desa, R. Yando Zakaria mengatakan UU No 6 tahun 2014 akan berhasil dilaksanakan secara nasional, jika Bali berhasil melaksanakannya. “Jika Bali tidak bisa melaksanakan, saya pesimis bisa dilaksanakan di luar Bali, kemungkinan UU ini juga akan dibekukan,” terang Yando Zakaria.
Lebih lanjut dikatakan, jika UU ini tidak bisa dilaksanakan, anggaran yang akan digelontor ke desa nantinya juga tidak bisa direalisasikan. “Kini di Indonesia ada 200 konflik masyarakat adat, karena keberadaan masyarakat adat tidak diakui UU, sehingga salah satu aset adat berupa tanah juga tidak diakui,’’ tegas Yando Zakaria.
Pelaksanaan UU Desa nantinya akan diikuti dengan tersedianya anggaran yangbproporsional ke desa/kelurahan, sehingga proses perencanaan masyarakat tidak sia-sia. Dualitas desa pakraman dan desa dinas jangan dipahami saling merugikan, keduanya akan berjalan masing-masing sesuai tupoksi yang telah ada. Karena dalam UU Desa, kedua desa tersebut diakui tanpa ada yang diutamakan atau dimatikan. Pengesahan UU Desa juga merupakan sebuah hutang terhadap masyarakat, karena selama ini desa adat tidak diakui UU. Diharapkan masyarakat bijak memilih tupoksi antara desa dinas dan desa adat, agar keutuhan NKRI tetap terjaga.
Senada yang diungkapkan Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali, Jro Gde Suwena P. Upadesha jika UU tentang desa tidak merugikan desa pakraman, kemungkinan akan berhasil dilaksanakan di Bali. Masyarakat Bali tidak ingin desa pakraman hancur, dan MUDP akan mengadakan paruman dalam menentukan sikap terhadap UU tentang Desa ini. Namun apapun UU yang disahkan semua tergantung pemerintah daerah, apakah dijalankan atau tidak karena itu merupakan hak konstisional. “Saya selaku pengelingsir desa pakraman telah membaca pasal demi pasal UU Desa, kami hanya tidak menginginkan desa pakraman hancur, semoga UU ini bisa berjalan sesuai harapan,” pungkas Jro Gde Suwena. (Humas Gianyar/Suar)