A. Sebelum Kemerdekaan
Bali sudah dikenal oleh dunia luar sejak ratusan tahun lalu tetapi bukan sebagai daerah tujuan wisata. Pada abad ke- 7, misalnya orang-orang Cina telah mengenal daerah ini dan memberikan julukan kepada pulau kecil yang kemudian dikenal dengan nama Bali sebagai Dva-pa-tan. Bagi pelaut-pelaut Eropa’ seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Bali hanya merupakan sasaran singgah untuk melengkapkapi logistik kapal mereka dalam perjalanan mengamati Nusantara untuk mencari rempah-rempah di kepulauan Indonesiabagian timur. Bali yang mungil hanya dijadikan tempat transit mencari tambahan logistic buat kapal-kapal layar. Bali bukan tujuan utama atau tujuan ahir sebuah perjalanan. Pendek kata sosok Pariwisata Bali belum tergambar sama sekali pada waktu itu.
Dunia Kepariwisataan Bali baru mulai benar-benar berkembang pada awal abad ke-20, yakni ketika untuk pertama kalinya kapal api Belanda yang terkenal dengan nama Konninklijk Paketvart Maatschapij (KPM) mengangkut wisatawan mengunjungi Bali melalui pelabuhan Buleleng (Bali Utara). Kapal ini sebelumnya sudah beroperasi sejak ahir abad ke-19, tetapi yang diangkut adalah babi, kopra, kopi bukan wisatawan. Dengan keyakinan bahwa bisnis pariwisata akan berkembang, sekitar tahun 1914 untuk pertama kalinya KPM mengeluarkan brosur pariwisata Bali yang diterbitkan untuk menarik lebih bannyak lagi minat wisatawan berlibur kepulau Dewata. Perhatian untuk mengembangkan kepariwisataan di Bali mulai tampak bersungguh-sungguh dengan didirikannyaBali Hotel tahun 1925 di Denpasar oleh KPM. Dari sinilah kemudian pariwisataBali dan tentu saja Gianyar berkembang pelan-pelan sampai pada wujud, kemajuan dinamika, dengan segala institusinnya dewasa ini.
Jika rintisan pariwisata KPM bisa diterima berarti perkembangan pariwisata di daerah ini sudah terjadi jauh sat sebelum Indonesia merdeka tahun 1945. Selain peranana KPM yang kreatip memerancang, menawarkan dan mempromosikan paket wisata ke bali kepada calon wisatawan mancanegara seperti Amerika, Australia, Inggris. Patut juga di catat peranan besar para seniman (pelukis composer) atau intelektual Barat yang pernah tinggal di daerah ini dalam mempromosikan citra budaya (Culture image) Bali. Salah satu seniman yang peranannya sangat besar dalam membangun citra kepariwisataan Bali pada umumnya dan Gianyar khususnya adalah Walter Spies (1845-1942) yang diba di Bali Tahun 1927 dan menetap di Ubud selama lebih kurang 15 tahun. Peninggalan Spies berupa bungalow masih ada sampai sekarang di Hotel Tjampuhan. Bangunan itu terletak di tebing dekat sungai Tjampuhan dengan pemandangan sekitar yang indah, asri, suasana hening dan atmosfir yang sangat inspiratif.
Walter Spies adalah anak diplomat German yang memperoleh kesempatan untuk mengenal kebudayaan timur di Negara Rusia, yakni ketika ayahnnya bertugas di sana sebagai duta besar. Dari Rusia Spies pindah ke Belanda kemudian berangkat ke Hindia Belanda (Indonesia). Begitu tiba di Indonesia, Spies langsung menuju Yogya, tinggal di Kraton Yogya sebagai pembantu Sultan Yogya ke-9. Di sana dia belajar tentang musik jawa. Setelah setahun tinggal di Yogya Tjokorda Gde Raka Sukawati dari ubud mengajaknya untuk datang dan tinggal di ubud secara permanent. Mula-mula Spies tinggal dihalaman depan Puri Saren, Ubud. Sehari-hari dia bermain piano dan keliling desa dengan sepeda (Barang langka pada waktu itu). Spies memiliki kegemaran berburu kupu-kupu. Dalam berburu dia biasanya ditemani Tjokorda Gde Agung Sukawati. Spies mempunyai jaringan-jaring (Butterfly net) khususnya dibawa serta ke Bali untuk menangkap kupu-kupu di bungkus dengan kertas emas dan dikirim ke museum lainnya.
Setelah beberapa lama tinggal di Ubud, berkesepatan keluar masuk desa saat berburu kupu-kupu, Spies berkeinginan membantu rumah yang lebih permanen. Keinginan itu telah disampaikan kepada Tjokorda Gde Agung Sukawati, Spies menyampaikan bahwa dia mempunyai teman seorang arsitek dari German. Agung Sukawati mengatur Spies ke Tjampuhan dan disepakati menyewa tanah milik Tjokorda Gede Oka Dalem seharga 5 gulden perbulan, rumah baru Spies di Tjampunhan dan disepakati menyewa tanah milik Tjokorda Oka Dalem seharga 5 gulden per bulan, rumah baru Spies di Tjampuhan ini segera menjadi kongkow-kongkow tamu-tamu Barat, kawan-kawan Spies. Menurut Diana Darling (Australia) siapapun orang penting yang berkunjung keBali pasti mampir ketempat Spies. Ketempat itulah Colliin McPhee (bersama istrinya jane Belo seorang antropolog Amerika), Vicki Baum, dan tamu lainnya berkunjung ke pondok Spies waktu itu tinggal di Sayan, sedang tekun-tekunnya mempelajari seluk beluk musik Bali.
Selama di Pulau dewata Spies tertarik dengan kebudayaan, kesenian, dan kehidupan masyarakat Bali sehari-hari, meskipun image tentang Bali sudah beredar luas di masyarakat Barat sebelum Spies datang, kehadiran Spies datang, kehadiran Spies di Bali tetap penting dalam kontribusinnya mewujudkan citra cultural Bali. Ketika dua intelektual German, Viktor Baron Von Plessen dan Dr. Dahlsiem datang ke Bali membuat film berjudul Island of the Demons (Pulau Raksasa), Spies berkesempatan untuk memasukan segala apresiasinnya tentang Bali secara mendalam. Orang-orang yang kemudian menonton Island of the Demons tentu bisa dikatakan sebagai melihat Bali melalui persepsi, Visi, atau sudut pandang Spies, Populasi Spies sebagai pelukis dan intlektual yang mengenal Bali secara dekat menundang banyak orang Barat untuk datang keBali dan berkunjung ke pondoknnya di Tjapuhan. Andrian Vickers dalam bukunnya Bali Paradise Creatid (1989) menyebutkan bahwa orang-orang yang pernah berkunjung ke Spies adalah Charlie Chaplin, bintang film jenaka Amerika. Selain Chaplin, tamu istimewa Spies yang terkenal adalah Vicki Baum, seorang Novelis wanita produktif yang karya-karyannya dikenal dalam berbagai bahasa, terutama bahasa Inggris.
Spies banyak memberikan bimbingan dan Inspirasi kepada intelektual dan senikmati dan memperlajari Bali. Banyak buku lain tentang Bali yang ditulis pada perioda Spies di Bali banyak diilhami oleh bayang-bayang pikiran-pikiran Spies. Sebutlah misalnya buku Dance and Drama in Bali (1938) karya penulis inggris bernama Bery de Zoete atau buku tentang musik Bali yang ditulis oleh seorang ahli musik Amerika, Collin McPhee. Selama di Bali, Spies melakoni hidupnya secara efektif sehingga banyak seniman dan intelektual yang mendapat masukan darinya saat mempelajari Bali. Tidak mengherankan kemudian Spies dijuluki sebagai “the creation of modern Balinese art” (pencipta seni Bali Modern)
Di bidang seni lukis, nama Walter Spies tidak bisa dipisahkan dengan Rudolf Bonnet, kolegannya dari Belanda, seorang Guru gambar. Spies dan Bonnet (Pelukis Belanda yang datang di Bali tahun 1929) melihat perkembangan seni lukis di ubud terancam komersialisasi pariwisata sehingga bersama dengan Tjokorda Gde Agung Sukawati dari Puri Ubud, mereka membentuk organisasi yang disebut Pita Maha tahun 1936 yang berpusat di Ubud. Melalui lembaga inilah seni lukis Bali diberikan nilai yang sejati dalam menghadapi kecenderungan komersialisasi. Lembaga ini yang kemudian mempromosikan seni lukis dan patung Bali secara wajar melalui pameran di museum-museum baik di jawa maupun diluar negeri. Seniman yang menjadi anggota Pita Maha diwajibkan menujukkan karyanya kepada organisasi lalu organisasi yang baik untuk diperkenalkan, dipamerkan dan dijual. Sedangkan karya-karya belum memenuhi syarat dikembalikan kepada senimannya untuk dijual sendiri. Melalui seni-seni karya itulah, pesona dan perangi Bali mulai dikenal oleh dunia luar, termasuk oleh calon wisatawan.
Peranan Spies juga luar biasa dalam proses penulisan buku Island Of Bali (1937) oleh Miguel Covartubias(1904-1957) yang datang di Bali tahun 1930 dengan kapal pesiar Cingaless Princess dari New York (melalui terusan Suez, Samudra Pasifik, Laut Cina Selatan, Surabaya, lalu masuk Buleleng)” Buku Island Of Bali banyak mempromosikan tradisi seni, dan Budaya Bali dengan segala eksotismenya sehingga secara langsung turut menciptakan citra Bali kepada dunia luar. Sejak pariwisata berkembang tahun 1920-an, jumlah junjungan pelan-pelan bertambah.
B. Sesudah Kemerdekaan
Popularitas Puri Saren Ubud dengan tokoh Tjokorda Gde Agung Sukawati kembali menarik perhatian dunia luar sesudah Indonesia merdeka.
Ada banyak orang datang, berkunjung dan bahkan menetap untuk beberapa lama di sana, baik untuk liburan atau untuk tujuan pengenalan masyarakat lokal dari dekat, Suatu hari pada tahun 1947, Rudolf Bonnet datang mengharap Tjokorda Gde Agung Sukawati dan menyarankan agar Puri Saren mulai menerima tamu-tamu yang siap membayar ((paying guests). Alasan Bonnet waktu itu adalah karena keadaan sulit, keuangan kritis dan perekonomian tidak menolong secara umum.
Saran Bonnet diterima oleh Tjokorda Gde Agung Sukawati sehingga mulailah Puri Saren menerima tamu-tamu yang siap membayar. Tamu Puri Saren menerima adalah Gyvan den Brook, seorang juragan Pabrik gula di Jawa. Tamu-tamu yang datang ke Bali, biasanya lewat laut, bukan darat.
Sesudah Van Den Brook, beberapa tamu lainnya datang, Menurut Tjokorda Gde Agung Sukawati dalam otobiografinya yang ditulis Rosemary Hilbery, tahun 1949 datang tamu bernama Santha Rama Rau dan Faubion Bowers(wanita yang kemudian dinikahi) serta sekertarisnya Margaret Brown.
Tenggang Waktu antara 1945-1949 tetap merupakan masa sulit. Dalam tenggang waktu itu Presiden Soekarno tidak mempunyai banyak kesempatan untuk berkunjung ke Bali. Sesudah tahun 1950-an, barulah Soekarno dapat menolehkan perhatiannya pada pulau dewata, baik untuk tujuan politik maupun tujuan santai. Bali mempunyai arti besar sekali dalam kejayaan Soekarno, beliau membawa tamu-tamu Negara seperti Nehru, President Kennedy, dan Ho Chi Minh (Vietnam). Dalam kunjungan ke Bali, Soekarno beberapa kali mampir ke Puri Ubud. Dalam hampir setiap kedatangan mengantar tamu-tamu Negara, Presiden Republik Indonesia yang pertama ini disambut dengan tari-tarian dari ubud atau daerah lainnya di Gianyar. Di daerah Gianyar pula. Soekarno membangun Istana Bogor). Di Istana Tampaksiring ini terdapat Panggung khusus untuk pementasan tari-tarian. Selanjutnya perhatian presiden pada kesenian Bali terlihat pada pengiriman tim kesenian Bali pada tahun 1950-an ke luar Negeri, seperti Czechoslowakia, untuk mempromosikan kebudayaan Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya. Seniman-seniman dalam tim kesenian itu adalah dari Gianyar, seperti I Nyoman Kakul, dan I Ketut Rinda.
Pada bulan November 1967, Soekarno datang ke Bali mengantar General; Prasad (Presiden India Waktu itu) dan berkunjung ke Ubud. Sebulan kemudian, Desember 1967, Soekarno mengantar Presiden Tito dan Nyonya ke Ubud. Sebagaimana biasa, Soekarno membawa Tamu-tamunya ke Ubud. Ketika membawa Presiden Prasad dengan helicopter, atap museum sempat porak poranda di hembus angin. Tamu-tamu Negara yang pernah berkunjung ke Musium Ratna Warta dan Puri Ubud adalah Raja dan Ratu Sirikit (Thailan), Wakil Presiden mesir, Bob Kennedy (Wakil jasa Agung Amerika Serikat), Ratu Belanda tahun 1971, lalu Pangeran Philip. Datang juga mantan Raja dan Ratu Belgia, lalu tahun 1975 datang berkunjung Rockefeller (Wakil Presiden Amerika Serikat) yang terbang dari Singapura ke Bandara Ngurah Rai Denpasar.
Banyaknya kunjungan tamu Negara secara langsung memberikan nilai tambah pada pesona Ubud. Promosi melalui media Massa yang ditulis oleh wartawan yang mengikuti tamu-tamu Negara itu semakin luas yang akhirnya membuat Ubud yang terkenal sejak tahun 1920-an melalui intelektual dan sarjana barat menjadi makin terkenal pada Khalayak yang lebih luas.
Perkembangan paling mencolok terjadi tahun 1980-an. Di kawasan wisata ubud yang sudah terkenal itu bermunculan hotel-hotel mewah bertaraf Internasional, Seperti Kupu-kupu Barong, Ulan Ubud, Amandari, Puri Kamandalu dan sebagainnya. Ciri umum fasilitas akomodasi tersebut adalah langkah yang dipilih dalam memanfaatkan tanah berundak sambungan tebing sungai berpemandangan indah sebagai lokasi hotelnya. Fasilitas akomodasi ini melengkapi citra ubud sebagai desa wisata yang khas dari segi struktur, alam dan selera modern. Di sinilah apa yang sekarang dikenal sebagai perpaduan high touch dan high tech secara serentak menawarkan pesonanya yang khas ubud. Citra ubud sebagai " desa Internasional " Pun semakin terpatri dengan sendirinya.
C. Pariwisata Gianyar Awal 1990
Sejalan dengan pesatnya perkembangan kepariwisataan di Bali pada umumnya dan di Kabupaten Gianyar pada khususnya, Pemerintah Kabupaten Gianyar mengeluarkan SK nomor 29/1988 tertanggal 10 Februari 1988 tentang pembentukan Dinas Pariwisata Gianyar. Berdasarkan SK Bupati Gianyar tentang penetapan Obyek-obyek Wisata Kabupaten Gianyar Nomor 171/1994 tertanggal 5 Mei 1994 tertanggal 5 Mei 1994, Kabupaten Gianyar memiliki 46 Obyek Wisata yang terdiri atas obyek wisata alam, museum, peninggalan purbakala, pusat kesenian, pusat kerajinan, dan seterusnya. Obyek wisata sebanyak itu belum mencakup antraksi wisata, seperti yang berkembang di Gianyar sejak awal 1990-an, yaitu antraksi wisata arung jeram (rafting) dan wisata melihat burung (Bali Bird Park). Surat Keputusan Gubernur Bali tahun 1993, tertanggal 14 Oktober 1993, menetapkan 21 kawasan wisata diseluruh Bali, berdasarkan SK tersebut, di Kabupaten Gianyar dicanangkan dua kawasan wisata, yaitu Ubud dan Lebih.
Pertama, kawasan wisata Ubud Meliputi Kelurahan Ubud, Melinggih Kaja, Melingkih Kelod, Kedewatan, Peliatan, Mas, Petulu, Lodtunduh, Sayan, Singakerta, dan Puhu. Sebagian besar kawasan wisata ini sudah berkembang jauh, sebagian lainnya mulai tumbuh seperti terlihat dalam masuknya investor membangun kapasitas kepariwisata di daerah Melinggih Kelod dan Kaja. Dalam waktu tidak terlalu lama lagi, kawasan wisata yang baru ini akan berkembang mengikuti perkembangan Ubud, Peliatan, Mas dan sebagainya di kawasan yang sama.
Kedua, Kawasan wisata lebih, mencakup daerah Candra Asri, Ketewel,Saba, Sukawati, Pering, Keramas, Lebih dan Siut. Dibandingkan dengan kawasan wisata pertama, tenggang waktu pengembangan kawasan ini berbeda jauh. Kalau Ubud sudah mengalami masa penemuan (discovery) tahun 1920-an dan dilanjutkan dengan masa pelembagaan (institusionalized), pengembangan Kawasan Wisata Lebih secara melembaga baru dilakukan awal tahun 1990-an. Meskipun terlambat dibandingkan yang pertama, tanda-tanda kearah pesatnya perkembangan kepariwisataan bisa terarah lebih jelas, khusus menyangkut pembangunan hotel, restoran, dan fasilitas kepariwisataan lainnya. Langkah-langkah ini jika dilihat dari kerangka teori pariwisata yang dikutipkan di depan, menunjukan bahwa tahap discovery, local repon, dan institusionalized dalam kepariwisataan Gianyar berjalan terus seperti suklus, dengan kata lain perkembangan kepariwisataan di Gianyar mengikuri pola dinamis.
D. Tempat-tempat Menarik (Places of Interest)
Posisi Gianyar sangat strategis sekali baik dilihat secara geografis maupun dari sudut pandang lalu lintas perjalanan wisata di Bali. Desa-desa kabupaten yang terkenal karena prestasi artistiknya di bidang kerajinan patung, perak, lukisan, kesenian dan sejenisnya terletak di tepi jalan utama Denpasar-Gianyar-Klungkung-Karangasem.
Perjalanan dari Denpasar ke ujung timur Pulau Bali atau perjalanan yang datang dari Karangasem ke Denpasar akan melintas daerah-daerah Gianyar.
Wisatawan yang datang ke Bali melalui Bandara Ngurah Rai, akan melihat pesona desa-desa Gianyar di tepi jalan ketika mereka mengikuti trip ke arah timur, sedangkan wisatawan yang masuk ke Bali melalui pelabuhan Padangbai (biasanya wisatawan yang pergi dengan kapal pesiar atau Cruise ship mau tidak mau akan melewati desa-desa seni Gianyar dalam perjalanannya menuju Sanur, Kuta atau Nusa Dua. Setiap desa yang dilalui itu memiliki daya tarik yang khas sehingga dapat disebut sebagai potensi dan daya pikatnya).
BATUBULAN
Desa Batubulan merupakan desa perbatasan antara Gianyar dan Badung. Dari pusat Kota Denpasar jaraknya sekitar 8 Km. Batubulan terkenal kerajinan patung batunya. Disepanjang jalan utama berjejer toko-toko kesenian yang memajangkan patung batu padas. Patung-patung tersebut umumnya digunakan untuk kepentingan tempat suci atau sarana religi. Belakangan, hasil seni patung itu juga dimanfaatkan untuk kepentingan sekunder, misalnya hiasan taman.
Selain patung batu cadas, batubulan indentik dengan Tari Barong atau Barong Dance. Di desa ini terdapat 3 panggung terbuka (Tegal Tamu, Puri Agung dan Pura Puseh Bendul), tempat tari barong dipentaskan tiap hari, mulai pukul 10.00, dengan penonton utama para wisatawan Grup pertunjukan tari barong mulai berkembang sekitar tahun 1970-an dengan segala persfektifnya sampai sekarang. Sejalan dengan perkembangan pariwisata dan kejelian penduduk menangkap peluang, di Batubulan kini juga bisa dilihat pemasaran hasil kerajinan perak/emas, gerabah, meubel dan atau komponen rumah antik.
CELUK
Hampir setiap banjar di Singapadu memiliki unit gamelan, untuk kepentingan upacara di pura atau pementasan atraksi wisata Dibidang lain, Singapadu terkenal sebagai pusat pembuatan topeng, barong.
Kedai-kedai seni menjual perhiasan emas dan perak (bros, gelang, kalung, cincin dan sebagainya) berjejer di sepanjang jalan utama Desa Celuk. Produksi kerajinan Celuk sudah lama menembus pasaran ekspor. Desainnya pun berkembang sebagai perpaduan bakat seni lokal Celuk dan selera pasar internasional yang di perkenalkan melalui wisatawan mancanegara.
Desa yang terletak di utara Batubulan ini terkenal sebagai pusat seni musik (gamelan Bali) dan tarian. Dari desa inilah lahir penabuh dan Raos, termasuk Prof. Dr. I. Made Bandem dan Prop. Dr. Wayan Dibia Direktur Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Yogya.
Tokohnya adalah almarhum Tjokorda Oka, yang kini diteruskan oleh murid-muridnya seperti I Wayan Tangguh dan Tjokorda Raka Tisnu. Singapadu juga memiliki pematung-pematung kayu yang berbakat.
SUKAWATI
Desa ini terkenal pasar seninya (Sukawati Art Market). Dengan kesabaran, gurauan, wisatawan bisa menawarkan barang-barang kerajinan yang hendak dibelinya. Citra pasar seni Sukawati yang bertahan sekarang adalah kualitas barang bagus dan harga relaif murah. Wisatawan domestik, bus-bus yang mengangkut siswa-siswa yang hendak berdarmawisata, kerap berhenti disini untuk membeli oleh-oleh dari Bali. Selain pasar induk itu, kini di Sukawati banyak terdapat kedelai-kedelai seni yang bertebaran di sebelah pasar seni yang juga menjual hasil kerajinan. Seperti juga di desa-desa lainnya, di Sukawati inipun dapat dijumpai pematung, pelukis, penari dan bahkan dalang seni wayang Kulit. Disepanjang Pasar seni Sukwati di sebelah Selatannya juga terdapat Pasr seni Guwang di buka sejak tahun 1996.
BATUAN
Desa ini juga terkenal sebagai desa seniman (artist) dan perjanjian (crafsment).
Penari terkenal Bali, I Made Jimat, berasal dari desa ini. Dalam Bidang seni lukis, Desa Batuan berhasil mengembangkan satu gaya yang disebut gaya batuan, yang berawal dari experiment I Ngedon dan I Patera tahun 1930-an.
Lukisan hitam putih(Black White) yang mereka ciptakan memberikan image magis yang kuatr.Belakangan pelukis Made Budi yang berhasil mengepresikangaya batuan dengan selera warna kombinatif.
MAS
Jarak Desa Mas sekitar 20 Km utara Denpasar atau 6 Km sebelum Ubud, desa ini terkenal sebagai desa ukiran kayu. Seni kerajinan patung kayu sudah berkembang sejak lama di Mas, tapi secara komersil baru berkembang tahun 1970-an ketika wisatawan mulai berdatangan ke Bali.
Pematung-pematung berkalibwer lahir di Mas seperti Ida Bagus Nyana, Kemudian anaknya yang bernama Ida Baqus Tilem (almarhum).Selain patung-patung dengan kualitas seni tinggi, di Mas juga berkembang patung-patung buah,bunga,dan binatang gaya baru yang pop art . Untuk patung buah-buahan yang realistik I Nyoman Togog adalah tokohnya yang sangat terkenal. Karena keahliannya dia mendapat Anugrah Upakerti dari presiden Soeharto.Daerah persawahan masih terbentang di sini,sehingga Mas masih memiliki pesona hijau.Selain sebagian besar penduduknya sebagai pengrajin,penduduk Mas juga ada yang bertani.
PELIATAN
Desa ini bersebelahan dengan Ubud,lokasinyna sekitar 2 Km arah selatan. Peliatan sangat terkenal akan seni tabuh dan seni tarinya.
Tahun 1931 grup tari dari desa ini melawat ke Paris di bawah pimpinan Anak Agung Gede Mandra (Gung Kak),Lalu ke Amerika tahun 1951 dan tahun 1989, dan ke Australia tahun1971.Orang barat mengatakan bahwa Peliatan adalah Home of Legendary Legong (Rumah Legong yang Legendaris).Di samping itu,Peliatan juga sebuah desa patung dan lukisan.Banyak toko di desa ini menjuyal hasil kerajinan berupa pattung buah, anjing,anggrek,bebek,burung, yang menjadi mode.
Disini ada juga pelukis gaya wayang.Sebuah galleri terkenal ada di Peliatan,yaitu Agung Rai Galleri, menyimpan koreksi lukisan bervariasi, dari pelukis gaya serta corak lukisannya.
PENGOSEKAN
Merupakan salah satu desa adat yang ada di welTAN Ubud, juga adalah sebutan untuk aliran atau gaya lukisan(seperti gaya batuan),Tahun 1979,Pelukis disini membentuk wadah atau komunitas petani dan seniman Pengosekan, Yang tugasnya adalah menyelenggarakan pameran bersama dan membantu dalam memenuhi Bahkan yang yang di perlukan untuk melukiskan atau membuat patung.
UBUD
Kelurahan Ubud,merupoakan pusat kesenian di Bali.Daerah ini sudah sangat terkenel sejak lama , sejak tashun 1920-an ketika seniman,kompomis dan sarjana barat datang dan mencipta riset disana sambil menikmati hidup di Ubud.Ubud terkenal akan seni lukisnnya ,seni patung,seni tabuh juga seni tarinya.Lukissan Bali bisa dilihat dikedai kedai seni ubud dan juga yang terprenting ialah museum Ratna Warta yang dirintis pembangunannya oleh Cokorda Agung Sukowati atau Neka Museum, di Lemard Gallerry, dan Gallery Antonio Blanco.Untuk seni tabuh dan tari,Puri saren adalah pusatnya,Di puri inlah lahir gamelan”Sakeha Gong Sadha Budaya” yang pernah melawat ke eeropa dan negara-negara Asia.
Puri Saren Ubud secara rutin menyajikan pertunjukan tari dan tabuh buat wisatawan.Yang utama adalah pelestarian ksenian, tepatnya seni pertunjukan, dan sarana kegiatan ritual adat.Untuk prestasi estetika,Sadha Budaya juga terus mengembangkan diri ,meningkatkan kemampuan menabuh anggotanya.
Di Ubud banyak hotel mewah, yang artistik,dan banyak juga akomodasi sederhana yang diminati wisatawan.
Ubud juga sering mendapat sebutan desa wisata.Disini terdapast pusat ionformasi pariwisata yang disaebut bina wisata.selain objek wisata di atas ubud ada juga Monkey Forest.
Yang terpenting adalah prilaku warga ubud yang terkenal ramah dan tulus dalam menyambut wisatawan.
BELEGA DAN BONA
Desa ini terkenal Kan meubel berbehan dari bambu yang sangat khas dan artistik.Merka membuat meja,kursi,tempat tidur,meja rias dan sebagainnya .Hasil kerajinan tangan warga belega ini sudah terkenal, banyak hotel-hotel mewah, kantor-kantor,industri pariwisata menggunakan mebel mebel dari kedua desa ini dengan bangga.
Selain itu hasil kerajinan Belega sudah menembus pasran internasional.Banyak meubel bambu yang dieksport atau dibeli wisatawan untuk dibawa ke negerinya.Jarak Belega dan Bona sekitar 30 Km timur kota Denpasar.
Di sepanjang jalan kelihatan kesibukan sehari-hari pengrajin kursi bambu.Sedangkan tettangganya Desa Bona terkenal dengan kerajinan anyaman dari daun lontar.
PETULU
Di Desa Petulu yang paling menarik adalah habitat burung bangau ataukokokan. Ribuan burung putih berparuh panjang dan berumah dipohoin-pohon kayu sepanjang desa petulu.
Tiap pagi burung-burung itu berkepak riuh terbang keluar Petulu hendak mencari makan, sedangkan pada sore harinya kokokan itu kembali pulang ke sarangnya. Sore hari adalah saat yang tepat untuk berkunjung ke petulu. Meski demikian siang hari pesona Petulu juga teduh.
Keberhasilan petulu menjaga habitat bangau disana membuat pemerintah menganugrahkan hadiah Kalpataru kepada desa Petulu . Di desa yang letaknya sekitar 5 Km utara Ubud ini, juga terdapat seniman lukis dan pembuat bingkai berukir.
PUJUNG DAN SEBATU
Kedua desa ini terletak sekitar 12 Km utara Ubud. Berkunjung siang hari kesana, anda bisa melihat warga setempat termasuk wanita duduk di warung dengan patung atau sarana.
Di desa ini terkenal ada sapi suci, warnanya putih(bukan merah seperti kebanyakan) Desa yang terletak 6 Km utara Pujung, memiliki pesona alam yang indah karena teras-teras sawah kehijauan alam yang asri dan angin segarnya .
Di desa ini juga dikembangkan mengukir (pisau kecil ) ditangan.Patung-patung Garuda berwarna cerah diproduksi disini.Sepanjang jalan ubud terdapat jalan yang indah. Taman safari gajah yang indah yang cukup menarik para wisatawan.
E. Peninggalan Purbakala
GOA GAJAH
Pura ini terletak disebelah barat desa Bedulu atau sekitar 6 Km timur Ubud. Di tyempat ini ada goa dan Pura berikut kolam tempat pertirtaan,yang berisi pancuran. Nma goa gajah berasal dari gua gajah, sebut nama yang di tulis oleh empu Prapanca di lontar Negara Kertagama tahun 1365 M.Gua gajah sebetulnya adalah sungai petani.Goa ini berbentuk huruf “T” berisi arca Ganesha yang dianggap sebagai dewa ilmu pengetahuan.
Berdasarkan tulisan tipe kediri yang berbuinyi kumon dan shahyangsa didinding timur mulut goa dan diperkirakan berasal dari abad ke XI.Berdasarkan peninggalan artefak dipura tersebut yakni peniggalan hinduistis(lingga,arca pancuran wyadara-wyadari)beserta peniggalan arca Busdhiistis(arca hariti,Arca Dyani budaha Amitabha), dan relief stupa bercabang tiga, maka sifat keagamaan dari komplek peniggalan purbakala digoa gajah adalah ciwa budha Tempat ini banyak dikunjungi oleh para wisatawan.Tahun 1993 tercatat 303.556 orang wisatawan mancanegara dan nusantara yang berkunjung melihart kepurbaan goa gajah.
YEH PULU
Relief kuno ini terdapat di sudut tenggara desa bedulu , di antara persawahan penduduk. Panjang relief ini kira-kira 25 m dan tingginya 2 M. Inilah relief terpanjang yang pernbah di temukan di bali sejauh ini, Kondisi relief Yeh Pulu masih baik. Relief ini terbentang dari utara ke selatandan berkhir dengan ceruk pertrapaan. Serta dibatasi oleh pahatan ganeca. Dan di pahatan tersebut tampak deorang laki-laki yang mengangkat tangan,orang membawa pikul,orang menyembah,orang naik kuda dan sebagainya. Di duga relief ini berasal dari abad ke XV. Sayang sekali higga kini belum diketahui benar cerita tersebut.
PURA PENATARAN SASIH
Pura ini terletak di Desa Pejeng di tepoi jalan raya menuju obyek wisata Tampaksiring. Pura ini terkenal karena terdapat sebuah nekara yang amat besar,dengan tinggi 186,5 cm dan berdiameter 160 cm. Nekara perunggu yang berasal dari jaman prasejarah (jaman pra hindu) terkenal dengan nama bulan pejeng yang berarti bulan yang jatuh ke bumi.
Oleh karena itu pura ini dinamaskjan puira peneteran sasih, “Sasih” berarti bulan. Yang menarik di sini adalah hisan”bulan pejeng”yang berebentuk kedok muka yang disusun sepasang sepasang dengan matanya yang besar membelalak, dengan telinga yang panjang dan anting-antingnya yang dibuat dari uang kepeng dengan hidung saegitiga’Bulan Pejeng ini juga dianggap sebagai subang Kebo Iwo. Sejumlah arca penting juga terdapat dalam pura Penataran Asi.
Pura Pegulingan
Pura ini terletak di desa Basanganmbu, sebelah timur pura tirta empuldan tidakjauh dari jurusan Kintanami. Pura ini ditemukan pada tahun 1983 berkat bantuan pamong desa setempat.
Penggalian itu menemukan sisa-sisa bangunan berupa stupa besar yang kakinya persegi delapan, serta materi tanah liat yang memuat mantra-mantra Agama Budhadari abad ke VIII. Dan sejumlah reliref Gana yang merupakan temuan pertama di Bali.
Pura Kebon Edan
Pura ini terletak di Desa Pejeng, hanya beberapa meter di sebelah utara Patung Arjuna Bertapa. Disini terdapat sebuah Arca Ciwa dalam bentuk Bhairawa menari, tingginya 3,60 meter yang merupakan peninggalan abad XIII masehi. Arca ini menari diatas mayat dengan hiasan ular, mukanya memakai kedok dengan kemaluannya seperti bergoyang.
Penduduk setempat menyebutnya sebagai Arca Kebo Edan. Kecuali arca ini, di Pura Kebo Edan juga terdapat arca raksasa dengan hiasan tengkorak dan beberapa buah arca lainnya, ada yang sudah rusak. Arca Bhairawa tersebut diperbaiki oleh Kantor Swaka Purbakala Bali tahun 1952.
PURA PUSERING JAGAT
Letak Pura Pusering Jagat adalah di sebelah utara Pura Kebo Edan dan dianggap sebagai “Pusat Dunia” disini terdapat sejumlah arca kuna, diantaranya Arca Catuhkaya. Kekunaan penting lainnya yang terdapat disini adalah sebuah bejana dari batu dengan relief menggambarkan para dewa mencari amerta. Bejana ini memuat tahun candra sengkala 1251 saka (1329 Masehi) yang menunjukan masa kerajaan Majapahit di Jawa Timur.
Bejana ini disebut juga Sangku Sudamala. Pada tahun 1952 bagian-bagian pecah atau retak dari bejana telah diperbaiki dan baru-baru ini bangunan Gedong Purus terdapat sebuah phallus dan sebuah vagina yang dibuat sangat naturalistik.
PURA GUNUNG KAWI
Pura ini terletak di Desa Tampaksiring tidak jauh dari jalan raya menuju Istana Tampaksiring. Komplek kekunaan Gunung Kawi yang sangat luas ini terbagi dua karena dipisahkan oleh Sungai Pakerisan. Sejak ditemukan kembali pada tahun 1920, peninggalan purbakala ini diperbaiki.
Disini terdapat dua kelompok candi tebing yang terdiri dari lima buah candi yang terdapat di sebelah timur sungai. Diantara kelompok ini ada yang memuat prasasti yang memakai huruf tipe kediri yang diduga berasal dari abad XI masehi. Pada kelompok yang kedua terdapat di sebelah barat sungai terdiri dari empat buah candi tebing dan ceruk-ceruk pertapaan atau wihara, demikian juga halnya dengan candi yang disebelah timur sungai.
Di sudut tenggara terdapat juga ceruk-ceruk pertapaan. Disebelah barat juga ada dan candi tebing yang sangat terkenal dengan nama Makam X, yang pada bagian pintunya juga memuat prasasti memakai huruf kediri. Menurut perkiraan komplek Gunung Kawi ini didirikan oleh Raja Anak Wungsu. Candi Tebing yang lain di Sungai Pakerisan adalah Candi Tebing Kerobokan, Candi Tebing Tegallingah dan diluar tempat itu adalah di Jukut Paku (Singakerta, Ubud) dan Tambahan (Bangli). Gunung Kawi juga banyak dikunjungi wisatawan.
Pura Tirta Empul
Pura ini terletak sebelah timur di bawah Istana Tampaksiring. Sebuah prasasti Batu yang Masih tersimpan di Desa Manukkaya menyebutkan Pura ini dibangun oleh Sang Ratu Sri Candra Bhayasingha Warmadewa di dewa di daerah Manukaya. Prasasti ini memuat angka tahun 882 caka (960 masehi). Di sini terdapat sebuah mata air yang sangat besar, yang hingga sekarang dikeramatkan oleh penduduk setempat. Kekunaan yang terdapat disini ialah sebuah lingga-yoni dan arca lembu.
Sebetulnya masih banyak tempat-tempat menarik lainnya di Gianyar yang pantas dicantumkan disini. Boleh dikatakan hampir setiap sudut Gianyar adalah tempat yang menarik untuk dikunjungi. Berdasarkan SK. Bupati Gianyar Nomor 171/1994, tertanggal 5 Mei, Gianyar memiliki obyek wisata sebanyak 46 buah, Hanya keterbatasan tempat yang tidak memungkinkannya untuk dijajarkan didalam buku ini.
Data Tahun 2995 tentang fasilitas pendukung Kepariwisataan Gianyar menunjukkan jumlah.
1. Hotel bintang V =4 buah
2. Hotel bintang IV =5 buah
3. Hotel bintang III =3 buah
4. Pondok wisata =425 buah (2.059 Kamar)
5. Melati =125 buah (1.785 kamar)
6. Rumah makan/ =211 buah
7. Café restourant =13 buah
8. Hotel Bintang =2 buah (453 Kamar)
Adapun jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Gianyar dalam 5 (lima) tahun terakhir adalah:
Tahun 2002 =597.735 wisatawan
Tahun 2001 =543.232 wisatawan
Tahun 2002 =405.238 wisatawan
Tahun 2003 =415.995 wisatawan
Tahun 2004 =815.384 wisatawan
Tahun 2005 =493.451 wisatawan
Tahun 2006 =283.546 wisatawan
Terjadinya penurunan jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2002 sebagai akibat adanya pariwisata Bom Bali I pada 12 oktober 2002 di Kuta. Di mana banyak menelan korban, baik wisatawan mancanegara, domestik maupun penduduk setempat.
Setelah Bom Bali jumlah kunjungan wisatawan sudah ada peningkatan, pada tahun 2004 terjadi lagi Bom Bali II, sehingga menurunkan pula kunjungan wisatawan ke Bali.