DPD Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali terus mengupayakan pemahaman dan pengetahuan tentang sistem keamanan dan kenyamanan sesuai dengan standar yang telah ditentukan bagi para anggotanya. Salah satu kegiatan yang dilakukan berupa pemberian workshop kepada anggotanya. Seperti kegiatan workshop yang dilaksanakan oleh BPC PHRI Gianyar, yang berlangsung di Convention Hall The Royal Pitamaha Ubud, Gianyar (29/6).
Adapun workshop mengambil tema tentang antisipasi gangguan Kamtibmas pada hotel dan restoran di Kabupaten Gianyar. Workshop yang dibuka oleh Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati menghadirkan pembicara, Kapolres Gianyar, AKBP. I Ketut Suardana yang menyampaikan tentang Gangguang Kantibmas yang terjadi pada hotel dan restauran di Kabupaten Gianyar. AKBP Gde Artawan mengangkat tema tentang konflik adat yang terjadi di Gianyar dan antisipasi ancaman teror bom oleh Kompol Suharli.
Dalam persentasinya, Kapolres Gianyar menerangkan ada 37 titik di Wilayah Gianyar yang rawan terhadap kejahatan pencurian dengan ancaman kekerasan. Dengan rincian, 9 titik di Kecamatan Sukawati, 6 titik di Ubud, 2 titik di Payangan, 4 titik di Tegalalang, 5 titik di Blahbatuh, 6 titik di Gianyar dan 5 titik di Kecamatan Tampaksiring. Dari semua titik rawan tersebut, berada pada wilayah terpencil dan menyendiri, seperti lokasi villa yang ada di wilayah Desa Keramas dan Medahan, ungkap Kapolres Gianyar ini. Terkait dengan hal itu, pihaknya telah mengintensifkan keamanan pada titik rawan tersebut sekaligus menggalang sistem pengemanan terpadu dengan melibatkan para pemilik villa dan masyarakat sekitar.
Sementara Ketua PHRI Bali, Cok Ace menerangkan dalam situasi dimana maraknya pemberitaan terorisme di media. Ini menjadi salah satu kenyataan bahwa terorisme masih tetap menjadi ancaman bagi perkembangan pariwisata di Bali yang mulai bangkit. Untuk itu semua pihak diharapkan jangan sampai lengah dan terus berupaya menjaga keamanan dan menciptakan iklim pariwisata yang kondusif. Selain itu, dengan telah diterbitkannya UU No.10 Tahun 2009, tentang kepariwisataan, dalam salah satu pasalnya menyebutkan diperlukanya sertifikasi kepada usaha dan pekerja pariwisata dalam rangka meningkatkan dan mendukung mutu produk pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan pariwisata. “Tentunya sistem sertifikasi diharapkan dapat menjaga kualitas dan mutu pariwisata,” tegas Cok Ace.
Terkait hal itu, dalam menjaga kualitas dan mutu pariwisata di Bali, PHRI selama ini telah mengambil kebijakan, dimana salah satunya dengan mengumumkan dalam website untuk usaha parawisata yang telah memenuhi standar baik itu, kualifikasi jenis pelayanan, keamanan, dan sebagainya.(Humas Gianyar)