Penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, diharapkan tidak mematikan eksistensi desa adat/pakraman di Bali. Sebab, di Bali terdapat dua desa yakni desa dinas dan desa adat yang selama ini sudah berjalan harmonis dan saling mendukung serta saling memperkuat. Hal ini terungkap saat sosialisasi bertajuk “Desa Adat dalam UU Desa”. bertempat di wantilan Pura Samuan Tiga, Bedulu, Blahbatuh, Gianyar, (7/6).
Sosialisasi diikuti oleh bendesa adat/pakraman se-Kabupaten Gianyar dengan narasumber dari pengurus Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Propinsi Bali.
Petajuh Agung MUDP, Ida I Dewa Gede Ngurah Swastha, SH, memaparkan, seperti halnya UU NO.44 Tahun 2008 tentang pornografi yang pernah mendapat penolakan masyarakat Bali, pasal-pasal dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa juga sulit diterapkan, bahkan diyakini mengancam eksistensi desa adat/pakraman di Bali. Bukan saja soal filosofi desa adat, tapi juga menyangkut hak-hak otonomi asli, pemerintahan, kelembagaan, aset dan batas desa. UU No. 6 Tahun 2014 memandatkan pilihan salah satu bentuk desa yaitu desa dinas atau desa adat.
Lebih jauh ada kesan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa hanya mengatur soal manajemen pemerintahan dan pembangunan terkait adanya dua manajemen pemerintahan di tingkat desa, yaitu desa dinas dan desa adat. Seolah-olah dalam pemerintahan di Bali ada “Dualisme”. Ditegaskan, memang di Bali terdapat dua jenis pemerintahan desa, yaitu desa dinas dan desa adat namun kedua sistem pemerintahan tersebut memiliki tugas, fungsi dan kewenangan berbeda.
“Kedudukan desa dinas dan desa adat dalam satu wilayah desa di Bali bukan ‘dualisme’ tapi adalah “Dualitas” yaitu dua pemerintahan yang saling mendukung dan memperkuat,” tegasnya.
Langkah yang diambil MUDP adalah memberikan pokok masukan dalam rapat penyusunan RPP UU Desa terkait materi desa adat, di Jakarta, 24 April 2014 lalu. Adapun beberapa pokok masukan itu adalah mengusulkan Bali tetap seperti kondisi saat ini, yaitu masih tetap ada desa dinas dan desa adat. Apabila tidak memungkinkan maka posisi desa adat supaya dijamin, tidak diintervensi pemerintah, diberikan keleluasaan membentuk struktur kelembagaan khusus dalam adat.
Hal sama disampaikan Penyarikan Agung MUDP I Ketut Sumarta. Dikatakan, Bali mungkin salah satu daerah yang paling tersentuh oleh pasal-pasal yang ada dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Apalagi untuk pertama kalinya keberadaan desa adat diakui secara hukum setingkat undang-undang. Namun setelah dikaji dan dicermati, beberapa pasal dalam UU Desa ini tidak sejalan dengan kondisi riil masyarakat adat/pakraman di Bali sehingga penerapannya akan sulit. (Humas Gianyar/ww)