Serangkaian Hari Jadi Kota Gianyar (HJKG) ke-243, Pemkab Gianyar luncurkan buku Cetak Biru Revitalisasi Gianyar Menuju Kabupaten Unggulan Dalam Bidang Seni dan Budaya, di Balai Budaya, Gianyar, (20/4).
Buku diserahkan tim penulis Rektor Universitas Udayana, Prof. DR. Dokter Ketut Suastika kepada Bupati Gianyar, A. A. Gde Agung Bharata didampingi Ketua DPR, Sekab. Gianyar, Muspida dan disaksikan jajaran SKPD dan masyarakat Gianyar. Acara juga dihadiri para Rektor Universitas Negeri dan Swasta di Bali, Konsulat Jendral Italia, pengamat seni dan budaya se-Kabupaten Gianyar. Rangkaian acara ditutup dengan parade Gong Kebyar di open stage.
Ketua tim penyususun, I Wayan Geriya mengatakan komitmen Pemkab. Gianyar dalam melestarikan budaya sangatlah tepat, hal tersebut dituangkan dalam sebuah buku cetak biru (blue print) rancangan/rencana besar seni budaya Kabupaten Gianyar yang akan disosialisasikan pada lingkup lokal, nasional, maupun internasional. Maka, dipandang perlu untuk merumuskan peta jalan tentang kebudayaan Gianyar kedepan. Gerakan revitalisasi budaya sudah semestinya dilakukan. Sejak dekade pertama abad 21, ranah seni budaya di Kabupaten Gianyar tidak terlepas dari aneka tantangan seperti, komersialisasi yang mengarah ke rutinitas dan mengabaikan mutu. Sering terjadinya marjinalisasi seni dan seniman di rumah sendiri, makin langkanya maestro seni dan makin langkanya pengganti. Terhimpitnya seni turistik akibat persaingan lokal dan tekanan luar, dinamika seni yang bergerak involusi, lesu dan tanpa inovasi. Krisis moral, lunturnya karakter, dan indeks kesejahteraan sebagian masyarakatnya mandeg. Hal tersebut, menjadikan buku ini penting bagi Ganyar dan masa depan budaya.
I Wayan Geriya, juga menambahkan, buku yang disesuaikan dengan format UNESCO, memiliki 10 Bab yang membahas tentang berbagai hal terkait kebudayaan Gianyar. Secara lokal, buku diharapkan bisa berguna memberi informasi dalam melestarikan maupun pengembangan seni budaya Gianyar. Sedangkan mamfaat secara nasional buku diharapkan bisa mencirikan identitas, karakter bangsa. Secara internasional buku bisa dijadikan network, diplomasi, tatanan dunia damai hingga kesejahtraan.
Bupati Gianyar, A. A. Gde Agung Bharata sangat mengapresiasi tim penyusun yang dimotori Tim Kajian Unud. Buku warna coklat manggis dan ikon Pucuk Bang dengan cover bergambar Topeng Dalem sangatlah tepat bagi Gianyar. Apalagi buku sudah menggunakan dua bahasa, yakni Bahasa Indonesia dan Inggris. “Saya sangat mengapresiasi tim penyusun atas kinerjanya selama ini, semoga buku ini bermamfaat bagi Gianyar”, terang Agung Bharata.
Dalam konteks dunia tanpa sekat, melelehnya sekat-sekat etnik, kebangsaan, ras, agama, geo-politik dan dinamika dunia yang cepat, dan serba instan menyebabkan tradisi, gaya hidup dan bahkan spiritualitas mengalami tekanan, marjinalisasi, distorsi, dan disintegrasi. Bali memang selalu mendapat berbagai pujian dan menunjukkan berbagai potensi. Bali barat tampilan Jembrana sebagai bumi Jegog dan Mekepung, Karangasem sebagai bumi Geringsing, Buleleng sebagai Kabupaten Gong Kebyar, Badung sebagai kabupaten Pariwisata Budaya, sedangkan Gianyar mekar sebagai bumi seni yang kaya karya budaya genius. Komitmen menjaga hal tersebut harus dibukukan sebagai warisan budaya bagi generasi penerus. (Humas Gianyar/Suar)