[caption id="attachment_5455" align="alignleft" width="300"] Pentas Gong Kebyar dewasa serangkaian HUT-Kota Gianyar[/caption]
Parade Gong Kebyar menjadi primadona setiap perhelatan HUT Kota Gianyar dengan menampilkan garapan-garapan terbaru. Seperti Penampilan Sekaa Gong Pancaka Tirta Br. Manukaya Let, Tampaksiring pada Parade Gong Kebyar HUT Kota Gianyar ke-242, memukau penonton yang memadati lapangan astina Raya Gianyar, (23/3). Sekehe Gong yang menjadi Duta Gianyar pada ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) 2013 ini menampilkan empat garapan terbarunya.
Penampilan Duta Gianyar ini disaksikan langsung Bupati Gianyar Anak Agung Gde Agung Bharata didampingi Plt. Sekda Ida Bagus Gaga Adisaputra serta pimpinan SKPD. Empat garapan yang ditampilkan Sekaa Gong Pancaka Tirta saat berhadapan dengan Sanggar Alit Sundari Br. Buda Ireng Batubulan Kangin, Sukawati, Gianyar sebagai pendamping yakni, Tabuh Nem Lelambatan Pancaka Tirta, Tari Kreasi Manuk Danawa, Sandyagitha “Tirta Empul Maha Urip”, dan Pragmentari berjudul “Sri Aji Mayadanawa”.
Penata Tabuh Sekehe Gong Pancaka Tirta I Ketut Cater menjelaskan, semua yang disuguhkan mampu menyampaikan makna dari tabuh-tabuh yang dibawakan seperti Nem Lelambatan Pancaka Tirta. Tabuh ini mengisahkan keberadaan lima tirta di Pura Tirta Empul. Kekuatan dasyat dari kelima tirta ini ditransformasikan kedalam bentuk tabuh lelambatan yang diolah menjadi sajian baru melalui pengolahan melodi, ritme dan permainan irama yang unik, menjadikan karya ini berkarakter dan khas. Uger-uger pokok tabuh lelambatan masih dipertahankan seperti kawitan, pengawak, pengisep dan pengecet.
Demikian juga tabuh kreasi Manuk Danawa dengan penata tari I Wayan Sutirtha, S.Sn,M.Sn, serta menampilkan pragmentari “Sri Aji Maya Danawa” dengan ide cerita I Made Sidia, Msn. Dikisahkan seorang raja sakti bernama Sri Aji Maya Danawa. Kesaktiannya hampir menyamai para dewa. Maya Danawa sangat sombong dan berlaku semena-mena. Rakyat di Bali dilarang melakukan pemujaan terhadap para dewa atau Dewa yadnya. Rakyat yang melaksanakan upacara disiksa dan disuruh memuja Maya Danawa. Dewa Indra pun diutus sebagai panglima perang menghadapi pasukan Maya Danawa. Berbagai cara dilakukan Maya Danawa untuk menghindar dari Dewa Indra. Mulai membuat air beracun, berjalan miring atau tapak ngiring, hingga berubah menjadi burung besar atau Manuk yang nantinya bernama Desa Manukaya. Berkat kesaktian Dewa Indra, Maya Danawa dapat dibunuh dengan memenggal lehernya hingga lenyap sehingga hanya suaranya yang kedengaran atau yang sekarang dikenal dengan Tukad Petanu.
Sedangkan untuk Sandyagitha “Tirta Empul Maha Urip” mencoba menuangkan dalam bentuk “Sandya Githa” dengan rangkaian nada-nada indah serta teknik vocal memadai yang berjudul “Tirtha Empul Maha Urip” buah karya I Nyoman Suryadi.
Sementara Sekaa Gong Pendamping dari Sanggar Alit Sundari juga membius penonton dengan menampilkan tiga garapan baru, yakni Legong Kreasi Pradana, Kreasi Pepanggulan Gitanjali “Kidung Kasmaran”, tabuh kreasi dengan judul “Badeng”. (Humas Gianyar)